Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 19 Februari 2013

biografi pemerjuang HAM




Dikenal dengan nama Munir atau biasa dipanggil Cak Munir, berlama lengkap Munir Said Thalib, lahir di Malang, Jawa Timur pada tanggal 8 Desember 1965 M, beberapa bulan setelah tragedi kudeta di Indonesia. Pria sederhana yang bersahaja dari pasangan Said Thalib dan Jamilah, sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara. Munir dikenal sebagai aktivis yang menjunjung tinggi tolerasi, menghormati hak- hak kemanusiaan, berjuang melawan kekerasan, dan otoritarian, serta meneriakkan kebenaran.
Sebagai mahasiswa Munir adalah seorang aktivis dan memilih Islam. Seorang pejuang HAM yang tak kenal lelah ini mendapatkan gelar SH dari Universitas Brawijaya Malang. Sejak mahasiswa Munir adalah mahasiswa yang gesit dan kritis. Munir muda dan cerdas bergabung dan meminpin sejumlah organisasi;
1. Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Unibraw tahun 1988;
2. Anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir, di Unbraw tahun 1988;
3. Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI);
4. Sekertaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Unibraw tahun 1988;
5. Sekertaris Al- Irsyad cabang Malang tahun 1988;
6. Koordinator wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia tahun 1989.
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang ini, memulai karirnya di LBH Pos Malang, masuk menjadi sukarelawan di LBH Pos Malang tahun 1989, kemudian pindah ke Surabaya dan menjadi Koordinator Divisi Perburuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH pada tahun 1992-1993. Pada tahun 1993 Munir diangkat menjadi Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya sampai tahun 1995. Karir Munir terus menanjak, setelah menjabat sebagai Kepala Bidang Oprasional LBH di Surabaya, Ia dipromosikan menjadi Direktur LBH Semarang, tahun 1996. Di semarang Munir tidak lama, hanya beberapa bulan saja dan ditarik ke Jakarta menjadi Sekertaris Bidang Operasional Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), tahun 1996 dan menjadi Wakil Ketua YLBHI bidang Operasional, 1997-2001. Pada tahun 1998 Munir mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KONTRAS), serta menjadi Koordiantor Bandan Pekerja pada LSM tersebut. Nama Munir kian terkenal, saat Munir melakukan advokasi terhadap korban penculikan pada waktu itu. Selain itu, Munir juga termasuk pendiri dan sebagai Inisiator Lembaga Perdamaian dan Rekonsiliasi (Lerai) yang menangani kasus konflik horisontal (seperti konflik di Maluku).
Pada tahun 2000- 2004 Munir diangkat sebagai Ketua Dewan Pengurus KONTRAS, yang juga menjadi Anggota Dewan Penasehat Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste (Commissao de Acolhimento, Verdade e Reconcilicao de Timor Leste (CAVR), tahun 2003. Pada tahun 2002-2004 Ia juga sebagai Executive Director of Imparsial (The Indonesian Human Rights Monitor). Anggota Kelompok Kerja “ Security Sector Reform ”, Pro-Patria, dan sebagai Anggota Istisyariah Al Irsyad, hingga akhir hayat beliau.
Keseriusan Munir dalam bidang Hukum ditunjukannya dengan membela kaum yang tertindas, mendirikan serta bergabung dalam beberapa organisai serta membantu pemerintah dalam tim investigasi dan tim penyusun rancangan undang- undang (Undang- Undang Pengadilan HAM, pada tahun2000, dan Undang- Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, pada tahun yang sama). Atas pengabdian dan konsistensinya tersebut Munir banyak mendapatkan penghargaan baik Nasional maupun Internasional. Munir juga aktif dibeberapa kegiatan advokasi dalam bidang perburuhan, pertanahan, Lingkungan, Gender dan sejumlah kasus pelanggaran hak sipil dan politik. Sepanjang hidupnya ia banyak menagani kasus hukum, diantaranya :
1. kasus Fernando Araujo Cs. di Denpasar. Araujo dituduh sebagai pemberontak melawan pemerintahan Indonesia untuk memerdekakan Timor timur dari Indonesia, tahun 1992.
2. Penasehat Hukum in the case of Jose Antonio de Jesus Dasneves (Samalarua) in Malang, 1994, with the accusation of revolt against the government to separate East Timor from Indonesia, 1994.
3. Penasehat Hukum keluarga Marsinah dan sejumlah buruh lainnya di PT. CPS menuntut KODAM V Brawijaya atas tindakan mereka dalam melakukan kekerasan dan pembunuhan terhadap Marsinah, aktivis buruh, 1994.
4. Penasehat Hukum warga Nipah, Madura, dalam kasus Pembunuhan petani-petani oleh Militer, 1993.
5. Penasehat Hukum Sri Bintang Pamungkas (Ketua Umum PUDI) dalam kasus kriminalisasi dengan tuduhan subversi dan gugatan tata usaha negara atas perkara pemecatan Sri Bintang Pamungkas sebagai dosen di Universitas Indonesia, Jakarta, 1997.
6. Penasehat Hukum Muchtar Pakpahan (Ketua Umum SBSI) dalam kasus kriminalisasi dengan tuduhan subversi, Jakarta, tahun 1997.
7. Penasehat Hukum Dita Indah Sari, Kun Chusen Pontoh , Sholeh (ketua PPBI dan anggota PRD) dalam kasus kriminalisasi dengan tuduhan subversi, Surabaya, tahun 1996.
8. Penasehat Hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan, dalam kasus kerusuhan di PT. Chief Samsung, dengan tuduhan sebagai otak kerusuhan, tahun 1995.
9. Penasehat Hukum dari 22 buruh PT. Maspion, dalam kasus penyerangan di Sidoarjo, Jawa Timur, tahun 1993.
10. Penasehat Hukum DR George Yunus Adicondro (Dosen Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga) dalam kasus penghinaan pemerintah, Yogyakarta, tahun 1994.
11. Penasehat Hukum Muhadi (Supir yang dituduh melakukan penembakan terhadap seorang Polisi, Madura, Jawa Timur, tahun 1994.
12. Penasehat Hukum para korban dan keluarga Korban Penghilangan Orang secara paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta, tahun 1997 hingga 1998.
13. Penasehat Hukum korban dan keluarga korban pembantaian dalam tragedi Tanjung Priok tahun 1984, hingga 1998.
14. Penasehat Hukum korban dan keluarga korban penembakan mahasiswa di Semanggi I tahun (1998) dan Semanggi II tahun (1999).
15. Penasehat Hukum dan koordinator advokasi kasus-kasus pelanggaran berat HAM di Aceh, Papua, melalui KontraS. Termasuk beberapa kasus diwilayah Aceh dan Papua yang dihasilkan dari kebijakan operasi Militer.
16. Pada tahun 2004, Munir juga bergabung dengan Tim advokasi SMPN 56 yang digusur oleh Pemda.
Namun pengorbanan dan perjuangannya dalam meneriakkan kebenaran serta meneggakkan HAM harus terhenti. Tanggal 7 September 2004, pesawat Garuda GA-974 yang membawanya dari Jakarta menuju Amsterdam, dalam perjalanan untuk melanjutkan study-nya ke Universitas Utrecht. Setelah take off dari Singapura Munir mendadak sakit, dan dua jam sebelum mendarat di Bandara Schipol Amsterdam, Munir telah tiada. Institute Forensik Belanda menemukan jejak senyawa arsenik dalam tubuh Munir setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh Polisi Indonesia. Bahwa Munir positif dibunuh dengan racun yang dicampurkan pada makananya. Sejak tahun 2005, tepat pada tanggal 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai hari Pembela HAM Indonesia.
Wahai pemuda, mahasiswa, aktivis, mari kita kenali pahlawan kita, dan teruskan perjuangan mereka dalam meneriakkan kebenaran dan membela kaum tertidas.
disarikan dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar